Benteng Van Der Wijck adalah benteng pertahanan Hindia-Belanda yang dibangun pada abad ke 18. Benteng ini terletak di Gombong, sekitar 21 km dari kabupaten Kebumen,Jawa Tengah, atau 100 km dari Candi Borobudur,Magelang,Jawa Tengah.
Nama benteng ini diambil dari Van Der Wijck, yang kemungkinan nama
komandan pada saat itu. Nama benteng ini terpampang pada pintu sebelah
kanan.
Benteng ini kadang dihubungkan dengan nama Frans David Cochius (1787-1876), seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen yang namanya juga diabadikan menjadi nama Benteng Generaal Cochius.
Sumber : wikipedia indonesia
Benteng Van der Wijck Kebumen
Jika anda berkunjung ke Kebumen, tidak ada salahnya anda singgah
sejenak ke objek wisata sejarah yakni benteng Van der Wijck. Lokasinya
yang cukup dekat dari jalan utama/raya Kebumen -Yogya, yakni sekitar
300 meter, amatlah sayang jika dilewatkan begitu saja. Benteng kuno
dengan dominasi warna merah ini cukup menyolok diantara bangunan lain,
namun tersamar dari jalan utama mengingat gerbang masuk lokasi wisata
ini cukup jauh dari pintu gerbang benteng. Disediakan kereta api mini
yang siap mengantarkan pengunjung dari gerbang utama mengelilingi objek
wisata bersejarah ini.
Anda tidak usah kuatir bahwa berada dilokasi objek wisata sejarah ini,
nantinya hanya akan disuguhi bangunan kuno yang cenderung membosankan
dan kurang diminati anak-anak. Beberapa sarana permainan anak-anak
telah dibangun disekitar benteng seperti perahu angsa, kincir putar dan
berbagai macam permainan anak lainnya.
Tak ketinggalan juga sebuah patung dinosaurus raksasa ikut dibangun
untuk meramaikan suasana dan lebih mengakrabkan dengan dunia anak-anak.
Bahkan sebuah stasiun kereta api mini dibangun di bagian atas benteng
tepat di atas gerbang utama, memungkinkan pengunjung untuk mengitari
sisi atas benteng dengan menggunakan kereta mini.
Di dalam
benteng itu sendiri pengunjung bisa melihat beberapa foto dokumentasi
seputar bentuk asli bangunan benteng saat ditemukan dan tahap-tahap
pemugaran yang telah dilakukan terhadapnya. Ruangan-ruangan bekas barak
militer, asrama, pos jaga bisa dilihat didalam benteng dan semuanya
boleh dibilang dalam keadaan rapi dan bersih.
Hanya saja
sebuah papan pengumuman yang ditempel dibagian luar benteng berisi
"Sebelum masuk benteng sebaiknya anda berdoa sejenak menurut
kepercayaan masing-masing", sempat menimbulkan kerutan di dahi saat
membacanya karena berkesan seram. Mungkinkah pernah terjadi hal-hal
diluar nalar yang menimpa pengunjung saat berada didalam benteng,
seperti kesurupan ?
Benteng Van der Wijck sebenarnya dibangun pada awal abad 19 atau
sekitar tahun 1820-an, bersamaan meluasnya pemberontakan Diponegoro.
Pemberontakan ini ternyata sangat merepotkan pemerintah kolonial
Belanda karena Diponegoro didukung beberapa tokoh elit di Jawa bagian
Selatan. Maka dari itu Belanda lalu menerapkan taktik benteng stelsel
yaitu daerah yang dikuasai segera dibangun benteng.
Tokoh yang memprakarsai pendirian benteng ini adalah gubernur jenderal
Van den Bosch. Tujuannya jelas sebagai tempat pertahanan (sekaligus
penyerangan) di daerah karesidenan Kedu Selatan. Pada masa itu, banyak
benteng yang dibangun dengan sistem kerja rodi (kerja paksa) karena ada
aturan bahwa penduduk harus membayar pajak dalam bentuk tenaga kerja.
Tentu saja cara ini membuat penduduk kita makin menderita apalagi
sebelumnya gubernur jenderal Deandels punya proyek serupa yaitu jalan
raya pos (Anyer – Penarukan, sepanjang l.k. 1.000 km), juga dengan
kerja rodi.
Dilihat dari bentuk bangunan, pembangunannya sezaman
dengan benteng Willem (Ambarawa) dan Prins Oranje (Semarang – kini
sudah hancur).
Pada awal didirikan, benteng dengan tinggi
tembok 10 m ini diberi nama Fort Cochius (Benteng Cochius). Namanya
diambil dari salah seorang perwira militer Belanda (Frans David
Cochius) yang pernah ditugaskan di daerah Bagelen (salah wilayah
karesidenan Kedu).
Nama Van der Wijck, yang tercantum pada bagian depan pintu masuk,
merupakan salah seorang perwira militer Belanda yang pernah menjadi
komandan di Benteng tersebut. Reputasi van der Wijck ini cukup
cemerlang karena salah satu jasanya adalah membungkam para pejuang
Aceh, tentunya dengan cara yang kejam. Pada zaman Jepang, benteng ini
dimanfaatkan sebagai barak dan tempat latihan para pejuang PETA.
Dilihat dari fisiknya, bangunan yang luasnya 3.606,62 m2 ini sudah
mengalami renovasi yang cukup bagus. Sayangnya renovasi ini kurang
memperhatikan kaidah konservasi bangunan bersejarah mengingat bangunan
ini potensial sebagai salah satu warisan budaya (cultural heritage).
Sumber : Wikipedia dan http://liburan.info